Sunday, March 4, 2007

Namaku Misar

Kalau sampai waktuku....
Kumau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau.
.........

Sebetulnya gak ada hubungan dengan petikan puisi karya Khairil Anwar di atas. Aku cuman pengen mendeskripsikan, siapa aku sebenarnya.

Namaku adalah Misar, asli betawi. Orang sering memanggilku 'Bang Misar'.

Aku cuman bisa mengenyam pendidikan SD sampe kelas 3. Karena kondisi ekonomi orang tuaku yang tidak mendukung, aku berhenti sekolah tatkala antara bisa baca dgn tidak.

Kerjaanku macem-macam. Apa saja dilabrak. Kalo gak ada orderan lain, baru aku ikut ngojek, make motor supra fit yang aku beli waktu kerja bangunan di rumah tetangga.

Aku kadang jadi tukang batu, ngaduk sampah rumah tangga rumah-rumah tetangga, dan juga sampah pabrik mebel dekat rumah. Kadang juga mendapat orderan mantek sumur, masang sanyo. Kalo kerjaan ini, aku selalu kerja sama dengan adik yang memang punya keahlian di bidang per-sanyo-an.

Ros, Istriku membuka warung kecil-kecilan di rumah. Itulah yang sedikit membantu asap dapur kami. Karena kalo cuma mengharapkan dari hasil keringatku sendiri, aku belum bisa menghidupi keluargaku.

Anakku ada 4 orang, tapi yang tertua Rosadi, sudah berkeluarga tidak lama setelah putus sekolah di STM kelas 2 dulu. Kini aku sudah mendapatkan cucu dari anak tertuaku tersebut. Sayang..., karena keterampilan anakku itu juga gak ada, kerjanya pun tidak menentu. Kadang jadi kuli bangunan, kadang jadi kernet di toko material. Akibatnya, dah punya anak satu-pun, keluarga anakku ini masih numpang di rumahku. Karena memang kemampuan ekonominya, jauh lebih tidak mampu dari aku.

Anak kedua-ku laki-laki Rahmat, juga sudah lama putus sekolah, berhenti di kelas 2 SMP. Sekarang disamping bantu-bantuin emaknya di warung, kalo subuh dia jualan koran eceran di pintu tol Jati waringin, tidak jauh dari rumahku.

Anakku yang ke 3 Fauziah, perempuan, masih duduk di bangku SD kelas 5. Sementara yang ke 4 Laila, juga sudah bersekolah di SD, kelas 2. Dengan adanya anakku yang masih bersekolah itu, juga sangat membebani ekonomi keluargaku. Walau dibilang sekolal negeri gratis, banyak juga embel-embel yang harus dibayar, dari uang buku dan yang lain-lainnya.

Itu mungkin sekilas tentang aku. Semoga bisa survive dalam hidup, dan tetap konsisten untuk menuliskan kisah-kisah keseharianku.